A.
Unsur-unsur
administrasi perpajakan
Administrasi
perpajakan terdiri dari beberapa unsur utama: (Mansury, 2002:6)
1. Suatu
instansi atau badan yang mempunyai wewenang dan
tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak;
2. Orang-orang yang
terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instransi perpajakan yang
secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak;
3. Proses kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau Badan yang
ditatalaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai sasaran yang telah
digariskan dalam kebijakan perpajakan, berdasarkan sarana hukum yang ditentukan
oleh Undang-Undang Perpajakan dengan efisien.
B.
Dasar-dasar
terwujudnya administrasi perpajakan yang baik
Dasar-dasar
bagi terwujudnya administrasi perpajakan yang baik meliputi:
1.
Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan Undang-Undang yang memudahkan bagi administrasi Wajib
Pajak dan memberikan kejelasan bagi Wajib Pajak;
2. Kesederhanaan agar mudah dipahami dan dilaksanakan oleh aparat pajak
dan Wajib Pajak untuk
mengurangi penyelundupan pajak;
3. Reformasi di bidang perpajakan dengan
mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas administrasi
perpajakan;
4. Administrasi perpajakan yang efisien dan efektif disusun dengan memperlihatkan penataan,
pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan informasi tentang subjek pajak, objek
pajak, dan tarif pajak.
C.
Pengertian
sengketa pajak
Pasal
1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
“Sengketa
pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak
atau Penanggung Pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat
dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada
pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk
gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak
dengan Surat Paksa.”
D.
Penyebab
terjadinya sengketa pajak
Sengketa
pajak dapat terjadi karena:
1. adanya
ketidaksamaan persepsi atau perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan
Petugas Pajak mengenai penetapan pajak terutang yang diterbitkan;
2.
adanya
tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau
3. adanya
pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan
ketentuan perundang-undangan perpajakan.
E.
Dasar
dimulainya sengketa pajak
Sengketa
pajak umumnya diawali dari diterbitkannya:
1.
Surat
Ketetapan Pajak;
Surat
Ketetapan Pajak meliputi:
a)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b)
Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c)
Surat
Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d)
Surat
Ketetapan Pajak Nihil.
2.
Surat
Tindakan Penagihan Pajak; atau
3. Pemotongan
atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan.
F.
Upaya
hukum untuk menyelesaikan sengketa
Upaya
hukum untuk menyelesaikan sengketa yang dapat dilakukan Wajib Pajak adalah:
1.
Keberatan
ke Dirjen Pajak;
Penyelesaian
sengketa keberatan secara administrasi ditujukan kepada Lembaga Keberatan atau
Peradilan Doleansi.
2.
Banding
ke Pengadilan Pajak;
3.
Gugatan
ke Pengadilan Pajak; dan
4.
Peninjauan
kembali ke Mahkamah Agung.
G.
Sistem
penyelesaian sengketa pajak di Indonesia
Sistem
penyelesaian sengketa pajak di Indonesia yang dapat dilakukan Wajib Pajak
meliputi:
1.
Penyelesaian
secara administratif
Meliputi:
a)
Pembetulan
ketetapan pajak (Pasal 16 UU KUP);
b)
Keberatan
atas Surat Ketetapan Pajak (Pasal 25, 26, dan 26A UU KUP);
c)
Pengurangan
dan penghapusan sanksi administrasi (Pasal 36 (1) huruf a UU KUP);
d)
Pengurangan
dan pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar (Pasal 36 (1) huruf b UU
KUP);
e)
Pengurangan
dan pembatalan STP yang tidak benar (Pasal 36 (1) huruf c UU KUP);
f) Pembatalan
hasil pemeriksaan pajak atau SKP sebagai hasil pemeriksaan yang dalam
pelaksanaannya tidak dilakukan penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan atau
pembahasan akhir (36 (1) huruf d UU KUP).
2.
Penyelesaian
secara peradilan
Dapat
dilakukan melalui banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak, serta Peninjauan
Kembali ke Mahkamah Agung.
a)
Keputusan
yang dapat diajukan banding adalah SK Keberatan yang diajukan Wajib Pajak
sebagaimana diatur dalam Pasal 25, 26, dan 26A UU KUP.
b)
Perkara
gugatan adalah perkara yang diajukan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak
terhadap: (Pasal 31 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2002 jo. Pasal 23 ayat (2) UU
KUP)
v
Pelaksanaan
Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
v
Keputusan
pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
v
Keputusan
yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan
dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
v
Penerbitan
Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya
tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan.
c) Upaya
hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung masih bisa
diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa baik oleh Wajib Pajak maupun DJP
apabila terdapat ketidakpuasan terhadap hasil putusan banding maupun putusan
gugatan sepanjang ada alasan-alasan tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal
91 UU Pengadilan Pajak dan permohonan diajukan paling lambat 3 bulan.
H.
Peradilan
Doleansi
Peradilan
Doleansi termasuk dalam kategori “Peradilan Semu atau Kuasi Peradilan” karena
dua pihak yang bersengketa, salah satunya adalah pihak yang mengadili.
I.
Pengadilan
Pajak
Pengadilan
Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan
memutuskan Sengketa Pajak. (Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang
Pengadilan Pajak)
J.
Kekuasaan
Pengadilan Pajak
1. Pengadilan
Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan Sengketa Pajak.
(Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
2. Dalam
hal banding, Pengadilan Pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa atas
keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (Pasal 31 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak).
3. Dalam
hal gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan
penagihan pajak atau Keputusan Pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP. (Pasal 31 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun
2002 tentang Pengadilan Pajak).
4. Pengadilan
Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak
yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak. (Pasal 32 ayat (1) UU
Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
5. Pengadilan
Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan
Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. (Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan
Pajak).