Senin, 18 Maret 2019

Administrasi Perpajakan


 
A.      Unsur-unsur administrasi perpajakan
Administrasi perpajakan terdiri dari beberapa unsur utama: (Mansury, 2002:6)
1.      Suatu instansi atau badan yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk menyelenggarakan pemungutan pajak;
2.    Orang-orang yang terdiri dari pejabat dan pegawai yang bekerja pada instransi perpajakan yang secara nyata melaksanakan kegiatan pemungutan pajak;
3.    Proses kegiatan penyelenggaraan pemungutan pajak oleh suatu instansi atau Badan yang ditatalaksanakan sedemikian rupa sehingga dapat mencapai sasaran yang telah digariskan dalam kebijakan perpajakan, berdasarkan sarana hukum yang ditentukan oleh Undang-Undang Perpajakan dengan efisien.
B.      Dasar-dasar terwujudnya administrasi perpajakan yang baik
Dasar-dasar bagi terwujudnya administrasi perpajakan yang baik meliputi:
1.      Kejelasan dan kesederhanaan dari ketentuan Undang-Undang yang memudahkan bagi administrasi Wajib Pajak dan memberikan kejelasan bagi Wajib Pajak;
2.    Kesederhanaan agar mudah dipahami dan dilaksanakan oleh aparat pajak dan Wajib Pajak untuk mengurangi penyelundupan pajak;
3.     Reformasi di bidang perpajakan dengan mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas administrasi perpajakan;
4.    Administrasi perpajakan yang efisien dan efektif disusun dengan memperlihatkan penataan, pengumpulan, pengolahan, dan pemanfaatan informasi tentang subjek pajak, objek pajak, dan tarif pajak.
C.      Pengertian sengketa pajak
Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak:
“Sengketa pajak adalah sengketa yang timbul dalam bidang perpajakan antara Wajib Pajak atau Penanggung Pajak dengan Pejabat yang berwenang sebagai akibat dikeluarkannya keputusan yang dapat diajukan banding atau gugatan kepada pengadilan pajak berdasarkan peraturan perundang-undangan perpajakan, termasuk gugatan atas pelaksanaan penagihan berdasarkan Undang-Undang Penagihan Pajak dengan Surat Paksa.”
D.      Penyebab terjadinya sengketa pajak
Sengketa pajak dapat terjadi karena:
1.   adanya ketidaksamaan persepsi atau perbedaan pendapat antara Wajib Pajak dengan Petugas Pajak mengenai penetapan pajak terutang yang diterbitkan;
2.       adanya tindakan penagihan yang dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak; atau
3.   adanya pemotongan atau pemungutan pajak yang dilakukan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
E.      Dasar dimulainya sengketa pajak
Sengketa pajak umumnya diawali dari diterbitkannya:
1.       Surat Ketetapan Pajak;
Surat Ketetapan Pajak meliputi:
a)     Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar;
b)     Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan;
c)     Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar;
d)     Surat Ketetapan Pajak Nihil.
2.       Surat Tindakan Penagihan Pajak; atau
3.   Pemotongan atau pemungutan pajak oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
F.      Upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa
Upaya hukum untuk menyelesaikan sengketa yang dapat dilakukan Wajib Pajak adalah:
1.       Keberatan ke Dirjen Pajak;
Penyelesaian sengketa keberatan secara administrasi ditujukan kepada Lembaga Keberatan atau Peradilan Doleansi.
2.       Banding ke Pengadilan Pajak;
3.       Gugatan ke Pengadilan Pajak; dan
4.       Peninjauan kembali ke Mahkamah Agung.
G.     Sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia
Sistem penyelesaian sengketa pajak di Indonesia yang dapat dilakukan Wajib Pajak meliputi:
1.       Penyelesaian secara administratif
Meliputi:
a)          Pembetulan ketetapan pajak (Pasal 16 UU KUP);
b)          Keberatan atas Surat Ketetapan Pajak (Pasal 25, 26, dan 26A UU KUP);
c)          Pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi (Pasal 36 (1) huruf a UU KUP);
d)          Pengurangan dan pembatalan Surat Ketetapan Pajak yang tidak benar (Pasal 36 (1) huruf b UU KUP);
e)          Pengurangan dan pembatalan STP yang tidak benar (Pasal 36 (1) huruf c UU KUP);
f)         Pembatalan hasil pemeriksaan pajak atau SKP sebagai hasil pemeriksaan yang dalam pelaksanaannya tidak dilakukan penyampaian pemberitahuan hasil pemeriksaan atau pembahasan akhir (36 (1) huruf d UU KUP).
2.       Penyelesaian secara peradilan
Dapat dilakukan melalui banding atau gugatan ke Pengadilan Pajak, serta Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung.
a)          Keputusan yang dapat diajukan banding adalah SK Keberatan yang diajukan Wajib Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 25, 26, dan 26A UU KUP.
b)          Perkara gugatan adalah perkara yang diajukan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak terhadap: (Pasal 31 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2002 jo. Pasal 23 ayat (2) UU KUP)
v  Pelaksanaan Surat Paksa, Surat Perintah Melaksanakan Penyitaan, atau Pengumuman Lelang;
v  Keputusan pencegahan dalam rangka penagihan pajak;
v  Keputusan yang berkaitan dengan pelaksanaan keputusan perpajakan, selain yang ditetapkan dalam Pasal 25 ayat (1) dan Pasal 26 UU KUP; atau
v  Penerbitan Surat Ketetapan Pajak atau Surat Keputusan Keberatan yang dalam penerbitannya tidak sesuai dengan prosedur atau tata cara yang telah diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
c)      Upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali ke Mahkamah Agung masih bisa diajukan oleh pihak-pihak yang bersengketa baik oleh Wajib Pajak maupun DJP apabila terdapat ketidakpuasan terhadap hasil putusan banding maupun putusan gugatan sepanjang ada alasan-alasan tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 91 UU Pengadilan Pajak dan permohonan diajukan paling lambat 3 bulan.
H.      Peradilan Doleansi
Peradilan Doleansi termasuk dalam kategori “Peradilan Semu atau Kuasi Peradilan” karena dua pihak yang bersengketa, salah satunya adalah pihak yang mengadili.
I.        Pengadilan Pajak
Pengadilan Pajak merupakan Pengadilan tingkat pertama dan terakhir dalam memeriksa dan memutuskan Sengketa Pajak. (Pasal 33 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak)
J.       Kekuasaan Pengadilan Pajak
1.     Pengadilan Pajak mempunyai tugas dan wewenang memeriksa dan memutuskan Sengketa Pajak. (Pasal 31 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
2.    Dalam hal banding, Pengadilan Pajak hanya memeriksa dan memutus sengketa atas keputusan keberatan, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 31 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
3.   Dalam hal gugatan, Pengadilan Pajak memeriksa dan memutus sengketa atas pelaksanaan penagihan pajak atau Keputusan Pembetulan atau Keputusan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (2) UU KUP. (Pasal 31 ayat (3) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
4.   Pengadilan Pajak mengawasi kuasa hukum yang memberikan bantuan hukum kepada pihak-pihak yang bersengketa dalam sidang-sidang Pengadilan Pajak. (Pasal 32 ayat (1) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).
5.   Pengadilan Pajak dapat memanggil atau meminta data atau keterangan yang berkaitan dengan Sengketa Pajak dari pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (Pasal 33 ayat (2) UU Nomor 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak).